Laman

PROMO JUNI 2012

Photobucket

Rabu, 27 Juni 2012

TENTANG BAHASA VERBAL ITU...


Sebagaimana keluarga kecil lainnya, tentulah kehadiran seorang kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap keseimbangan laju kehidupan dalam entitas sosial terkecil dalam masyarakat ini.  

Pembaca       :(nengok sebentar profil disamping) dan mengeja pelan-pelan,"..ibu
                          rumah tangga bersama peri kecilnya..bla..bla" (berhenti membaca,
                          mengernyitkan dahi sambil mengarahkan jari telunjuk ke pelipis
                          kanannya). "hmm, kayaknya ada yang ga sinkron,...apa ya?"
                         Tiinnngg....." kemana perginya teletubbies,ya? Oops, Kepala
                          Keluarganya??
Bunda Icha    : Eh...ohh,eh. Ada koq...hadir. Ituuu yang lagi melototin
                          boss,ups..laptop.
Boss               : Mana???? td ga nongol di ruang meeting...*ngomel-ngomel
Yang dicari    : (angkat telunjuk...) Ada,..boss! masih   di sini
Bunda Icha    : Aha...itu dia orangnya. (* Serius) Ayah dari anaknya bunda ini
                         (haiiyyah belibet bangetz) setiap harinya (kecuali hari libur
                         dunk,ya) bekerja keras membanting tulang, memeras keringat,
                         memutar otak demi sesuap nasi dan bongkahan berlian untuk
                         keluarga tercintah. Ok,...lanjut ke topik,ya...
                    

Jumat, 25 Mei 2012

KETIKA BUNDA TERMOTIVASI


“Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga”  begitu tulis seorang teman dalam profil facebooknya. Ada perasaan haru yang meluap-luap dalam hati Bunda, begitu membacanya. Teman Bunda ini dikenal cantik, pintar dan memiliki pergaulan yang luas saat masih berpredikat mahasiswa, siapa yang nyangka begitu menyandang gelar sarjana beliau lebih memilih profesi Ibu Rumah Tangga sebagai basic pengabdian diri dan ilmunya dibanding profesi  laen yang (bagi kebanyakan orang) dianggap lebih prestisius dan gaya. Beliau teman Bunda walau tidak betul-betul mengenalnya. *Plok (tepuk jidat sendiri) “Sungguh berbeda dengan diri ini yang cuma niat mengasuh anak lewat tangan sendiri hanya pada masa “golden age”nya, yang msh menyimpan obsesi untuk kembali menjadi kuli angka dalam lingkup yang lebih profesional, masih berharap mendapatkan pencerahan dari  brainstorming para ahli di ruang meeting, agar tidak disindir orang menyia-nyiakan tanggung jawab profesi...sementara si kecil yang sudah pintar berceloteh, selalu merengek,”adek icha sediiih ditinggal ayah kerja, bunda jangan ninggalin adek icha juga...hiks..hikss” 

 Hidup memang menyajikan berbagai pilihan untuk dilalui. Menjadi Ibu Rumah Tangga atau lebih tepatnya kita sebut “ fulltime mom” bagi wanita modern dewasa ini, utamanya mereka yang “well educated” mungkin menjadi momok tersendiri. Bayangkan saja, seseorang yang tadinya bergelut dengan aktivitas akademik dengan nuansa  yang cukup dinamis dan lingkungan yang serba intelek, tiba-tiba berada dalam rutinitas yang nyaris stagnan,..kehidupan seolah menjadi lamban dengan hanya berkutat di dalam rumah. Orang desa bilang hanya sekitar (maap) dapur, sumur dan kasur. Begitu juga lingkungan barunya, yang belum cukup kondusif untuk mendukung  pemberdayaan wanita, yang konon menjadi ikon peradaban itu. Dengarlah celoteh yang kerap mampir di telinga:

" Ngapain disekolahin tinggi-tinggi klo pada akhirnya cuma menjadi ibu rumah tangga aja. Siapapun juga bisa ngurus anak, bersih2 rumah, ga usah sarjana..." 

Inilah potret sempitnya pandangan tentang peran seorang ibu rumah tangga. Yang dijawab dengan cukup lugas oleh seorang teman Bunda yang laen,
“...Buat apa berpendidikan tinggi klo pada akhirnya anaknya sendiri diasuh oleh orang yang tidak berpendidikan...". Kalimat yang meluncur dalam sebuah obrolan ringan di jejaring sosial facebook ini sungguh sangat menohok.  Idiiih, ketahuan si bunda doyan maen pesbuk. Sssttt!! soal yg satu ini suka bikin si kecil jeoleus, ga jarang teguranpun meluncur dari bibir mungilnya,.."yee, bunda ni pesbuk telus....”hihihhi )

Mungkin hanya ada segelintir orang (Bunda sangat bangga karena diantaranya ada temen-temennya Bunda,...) yang menyadari betapa tanggung jawab dan peran seorang ibu itu luar biasa besar, terutama dalam proses pendidikan bagi generasi penerus.  Sebagaimana diakui oleh seorang Kartini, yang diutarakan lewat sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Allah SWT menempatkan figur ibu dalam posisi yang teramat mulia. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah kisah : Suatu ketika ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah Saw meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama Rasulullah Saw, maka beliau bertanya, “Adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, Masih. ” Kemudian beliau bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.
Bahkan derajat seorang ibu sebanyak tiga kali dibanding ayah. Seperti diterangkan dalam hadist yang diriwayatkan : Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak untuk saya pergauli dengan baik” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Baru beliau menjawab, “Bapakmu” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud

Seperti itulah kemuliaan seorang ibu, karena begitu banyak hal yang sudah dilakukannya (yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah sekalipun) seperti mengandung, menyusui dan mengasuh. Bukan berarti peranan seorang ayah diabaikan, ayah pun memiliki peranan yang tidak kalah penting. Tetapi peranan ibu sungguh sangat dominan.

Proses pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Seorang ibu yang terbiasa mendengar murottal (tilawah AL-Qur’an) insya Allah hal tersebut dapat didengar oleh sang bayi. Emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Dalam sebuah penelitian, bagi seorang ibu yang mengandung selalu memiliki perasaan ingin marah-marah maka sang anak pun kelak besar nanti akan memiliki penyakit jantung. Wallahu’alam.
Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada sang anak pun memiliki peranan yang sangat penting sebagai imunitas dan kecerdasan otak sang anak. Pendidikan pun dapat diberikan dengan kontak mata yang terjadi antara ibu dan anak. Setiap saat, dimanapun dan kapanpun proses pendidikan tersebut dapat dilakukan.

Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan profil generasi muda yang akan datang. Dan untuk mewujudkannya, tidak lain hanyalah melalui wanita sholihah yang berilmu, berakal dan bertaqwa yang dapat melakukannya. Ulama besar mengatakan, bahwa wanita (khususnya seorang ibu) menjadi barometer baik buruknya sebuah masyarakat. Rusaknya akhlaq wanita merupakan mata rantai yang saling terkoneksi dengan dekadensi moral, kenakalan remaja, kriminalitas dan sederet permasalahan sosial yang menyertainya

Dengan fokus tinggal di rumah, atau minimal lebih banyak waktu di rumah, seorang ibu dapat lebih optimal dalam mendidik anak-anak. Disini bukan berarti sang ibu terkekang dan tidak memiliki kebebasan dalam berperan di ranah publik. Justru di sinilah ladang amal seorang ibu, suatu saat nanti ibulah yang akan menuai hasilnya. Bagi seorang ibu pekerja sekalipun, saya yakin hati dan pikirannya tetap tertuju pada sang anak. Kebanyakan dari mereka sepulang dari bekerja tidak akan langsung istirahat, tetapi mengurusi kebutuhan sang anak menjelang tidur atau kebutuhan untuk esok hari. Itulah fitrah seorang wanita yang memiliki peran seorang ibu. Setinggi apapun jabatan dan sebesar apapun penghormatan orang lain kepadanya, ibu adalah ibu. Amanah beliau lebih besar berada di rumah. Amanah yang diberikan langsung oleh Allah SWT, yang kelak akan diminta pertanggungjawaban di yaumil hisab.

Selain daripada itu, memiliki keahlian yang bermanfaat dalam bidang tertentu penting juga bagi seorang ibu untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sarana memperbanyak amal saleh untuk dapat dimanfaatkan kapan saja, sebagaimana yang ditulis Abdul Halim Abu Syuqqah dalam bukunya “Kebebasan Wanita”, akan pentingnya menyediakan pendidikan yang cocok bagi wanita dengan dua tujuan khusus, yaitu agar memiliki kemampuan untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak serta menguasai keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan kapan saja.

Berikutnya akan ada satu lagi Bunda yang inden untuk berada dalam barisan pegiat slogan,
"Kita Bangga dan Bahagia Menjadi Ibu Rumah Tangga yang Berpendidikan........"